Kamis, 09 Februari 2012

Punakawan

Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan. Punakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa.


Istilah punakawan berasal dari kata pana yang bermakna "paham", dan kawan yang bermakna "teman". Maksudnya ialah, para panakawan tidak hanya sekadar abdi atau pengikut biasa, namun mereka juga memahami apa yang sedang menimpa majikan mereka. Bahkan seringkali mereka bertindak sebagai penasihat majikan mereka tersebut.
Hal yang paling khas dari keberadaan panakawan adalah sebagai kelompok penebar humor di tengah-tengah jalinan cerita. Tingkah laku dan ucapan mereka hampir selalu mengundang tawa penonton. Selain sebagai penghibur dan penasihat, adakalanya mereka juga bertindak sebagai penolong majikan mereka di kala menderita kesulitan. Misalnya, Sewaktu Bimasenakewalahan menghadapi Sangkuni dalam perang Baratayuda, Semar muncul memberi tahu titik kelemahan Sangkuni.
Dalam percakapan antara para punakawan tidak jarang bahasa dan istilah yang mereka pergunakan adalah istilah modern yang tidak sesuai dengan zamannya. Namun hal itu seolah sudah menjadi hal yang biasa dan tidak dipermasalahkan. Misalnya, dalam pementasan wayang tokoh Petruk mengaku memiliki mobil atau handphone, padahal kedua jenis benda tersebut tentu belum ada pada zaman pewayangan.
Para dalang dalam setiap bagian pertengahan pementasan wayang, hampir selalu mengisahkan adanya peristiwa gara-gara yaitu sebuah keadaan di mana terjadi bencana besar menimpa bumi. Antara lain gunung meletus, banjir, gempa bumi, bahkan sampai korupsi yang merajalela. Panjang-pendek serta keindahan tata bahasa yang diucapkan untuk melukiskan keadaan gara-gara tidak ada standar baku, karena semuanya kembali pada kreativitas dalang masing-masing.
Para dalang kemudian mengisahkan bahwa setelah gara-gara berakhir, para panakawan muncul dengan ekspresi bahagia, menebar humor, dan bersenda gurau. Hal ini merupakan simbol bahwa setelah munculnya peristiwa kekacauan atau kerusuhan yang menimpa suatu negara, maka diharapkan rakyat kecil adalah pihak pertama yang mendapatkan keuntungan, bukan sebaliknya.
Akibat kesalahpahaman, istilah gara-gara saat ini dianggap sebagai saat kemunculan para panakawan. Gara-gara dianggap sebagai waktu untuk dalang menghentikan sementara kisah yang sedang dipentaskan, dan menggantinya dengan sajian musik dan hiburan bagi para penonton.
Dalam pementasan wayang, baik itu gaya Yogyakarta, Surakarta, Sunda, ataupun Jawa Timuran, tokoh Semar dapat dipastikan selalu ada, meskipun dengan pasangan yang berbeda-beda.
Pewayangan gaya Jawa Tengah menampilkan empat orang panakawan golongan kesatriya, yaitu Semar dengan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar